Oleh:
Tomy Rahmatwijaya
Sejarah telah mencatat, pelajar Sulawesi
yang menuntut ilmu di tanah Jawa telah berkomitmen untuk membangun sebuah
organisasi daerah yang bernama IKAMI Sulsel pada tanggal 30 september 1961.
Tekad untuk membuat sebuah wadah bagi pelajar yang menuntut ilmu di tanah
rantau memang cukup dinamis bahkan beberapa kali berganti nama. Tapi tidak
menghilangkan substansi dari organisasi ini untuk tetap mewadahi pelajar
Sulawesi yang merantau di tanah jawa pada saat itu.
Pada awal berdirinya organisasi ini, telah
dirumuskan tujuan, “Untuk membina mahasiswa/pelajar menjadi sarjana yang
bertakwa dan bertanggungjawab atas terciptanya masyarakat adil dan makmur yang
diridhoi Allah SWT”. Tujuan itu cukup menegaskan bahwa IKAMI tidak hanya
sebagai organisasi daerah yang mewadahi pelajar sul-sel, tetapi punya
tanggungjawab moril yang lebih untuk mengabdikan diri kepada masyarakat. Disisi
lain, tujuan itu juga menjadi tidak relevan dengan IKAMI mengingat organisasi
ini adalah organisasi daerah dan bukan organisasi yang punya ideology khusus.
Apalagi dengan adanya nama Allah pada teks tujuan. Meskipun mayoritas anggota
pada saat itu beragama islam.
Sekitar tahun 1966, atau 5 tahun setelah
IKAMI berhasil dibentuk, Negara dan bangsa kita menghadapi ujian terberat bagi
ideology Negara pancasila dengan pecahnya penghianatan G30S/PKI. Tahun-tahun
tersebut cikal bakal IKAMI Sulsel yang merupakan bagian dari organisasi
kemasyarakatan pemuda, ikut memperkuat barisan angkatan ’66 yang menuntut
tegaknya keadilan dan kebenaran di bumi tercinta ini. Di saat itu, tampillah
tokoh-tokoh mahasiswa/pelajar dibarisan terdepan, turun ke arena demonstrasi
untuk memperjuangkan TRITURA (tiga tuntutan rakyat), yang menjadi tekad
perjuangan seluruh angkatan muda tanpa melihat latar belakang masing-masing.
Semua merasa terikat dalam satu gerak dan langkah perjuangan untuk
menyelamatkan pancasila dan Negara serta proklamasi 1945. Sejarah mencatat,
perjuangan “anak-anak” ini ikut menjadi factor penentu orde baru.
Anggota-anggota IKAMI Sulsel turut
menggabungkan diri di semua bagian kesatuan aksi bersama-sama angkatan muda
Indonesia lainnya sebagai pelopor dan pendobrak tirani dalam upaya menegakkan
kebenaran dan keadilan. Namun demikian, ditengah-tengah hiruk pikuknya derap
langkah perjuangan, IKAMI Sulsel yang waktu itu masih bernama IKOMI Sulselra,
masih tetap sempat kembali ke kampus sejenak mengatur langkah agar ayunannya
kedepan lebih terarah dan berkonsolidasi.
Diadakanlah MUBES III/Sidang MPOA II di
Malang pada tanggal 12-16 juli 1966, dimana tokoh-tokoh nasional sempat
memberikan amanat, termasuk presiden soeharto dan ketua MPRS jendral DR. A. H.
Nasution.
Dari tarikan sejarah tersebut bisa kita
refleksikan bahwa IKAMI selain sebagai organisasi daerah yang mewadahi
mahasiswa/pelajar Sulawesi selatan, juga punya tanggungjawab perjuangan untuk
mengabdi kepada masyarakat serta nusa dan bangsa. Untuk memudahkan dalam misi
perjuangannya itu, maka IKAMI harus mengenal hakikat dirinya/ kepribadian
sebagai organisasi. Dan harus tahu cara melaksanakan tugas suci dalam praktek
konkrit, sebagaimana ditetapkan dalam Garis-garis pokok perjuangan IKAMI.
Itupun menjadi benang merah yang menunjukkan adanya hubungan konseptual antara
arah perjuangan IKAMI Sulsel.
Untuk memperoleh pendekatan kea rah
pengertian yang luas dan benar tentang kepribadian, perlu dianalisa dari
berbagai persoalan, seperti, latar belakang berdirinya IKAMI, dasar dan tujuan
IKAMI, kedudukan IKAMI dalam situasi sekarang dan peranan IKAMI di masa
mendatang. Berdasarkan hasil analisis ini baru kemudian dapat dirumuskan esensi
kepribadian IKAMI. Banyak dan luas unsure-unsur yang membentuk kepribadian
organisasi ini. Namun penulis membatasi pada perumusan unsure-unsur utama,
yakni:
1.
Dasar budaya
Ini menjadi dasar utama
mahasiswa/pelajar yang menuntut ilmu di tanah rantau. Budaya nenek moyang yang
sudah diajarkan dari kampong halaman kemudian diaplikasikan di tanah rantau. Budaya
luhur yang sudah terbentuk berdasarkan garis keturunan inilah yang menjadi
cikal bakal setiap tindakan dan pemikiran kita.
2.
Pondasi kekeluargaan
Sudah menjadi hal yang
pasti, setiap manusia akan mencari golongannya di tempat asing. Dalam perasaan
yang sama dan situasi yang sama akan berkumpul untuk membentuk koloni. Dalam
keadaan yang sama inilah akan membentuk pondasi-pondasi kekeluargaan untuk
saling tolong menolong kepada kebenaran dan saling membesarkan.
3.
Kreatif
Memiliki kemampuan daya
cipta dan pemikiran yang logis, rasional dan kritis, sehingga memiliki
kebijaksanaan untuk dapat berilmu amaliah dan beramal ilmiah.
4.
Dinamis
Selalu dalam keadaan
bergerak dan terus berkembang. Serta dapat dengan cepat memberikan respon
terhadap setiap tantangan yang dihadapi, sehingga dapat menduduki fungsi
pelopor yang militant.
5.
Progresif
Sikap dan perbuatan yang
lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan tanah air diatas kepentingan pribadi,
serta memihak dan membela kaum yang lemah dan tertindas. Ikut aktif serta dalam
pembentukan dan pengisian kemerdekaan masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur.
Dengan lima kepribadian utama diatas, maka
IKAMI sudah menganal dirinya sendiri (untuk sementara), sehingga dapat
mengetahui arah perjuangannya dan dapat melaksanakan misinya. Kepribadian
tersebut harus dimiliki setiap anggota IKAMI sebagai pribadi-pribadi yang
bertanggungjawab melaksanakan tugas suci, untuk melaksanakan dan mengamalkan ajaran-ajaran organisasi
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Lima esensi kepribadian IKAMI dibutuhkan
bukan untuk menetapkan siapa IKAMI itu sebenarnya, melainkan untuk menjadi
pedoman umum bagaimana seharusnya kita, dan apa yang harus kita perbuat untuk
mencapai ‘bagaimana seharusnya’ itu dalam perjuangan kita. Lima esensi itu
dibutuhkan bukan sebagai kepribadian yang sudah utuh, melainkan dibutuhkan
sebagai langkah awal untuk menentukan arah perjuangan organisasi yang kita
cintai ini. Lima esensi itu dapat dijadikan kerangka perjuangan IKAMI. Lima
esensi kepribadian merupakan penggalian yang sangat berharga sebagai perumusan
hakikat IKAMI, sehingga untuk pertama kalinya IKAMI baik sebagai keseluruhan
organisasi maupun perorangan anggotanya, menemukan benang merah perjuangannya.
Lima esensi kepribadian itu, merupakan pegangan filosofis yang memudahkan IKAMI
dan anggota-anggotanya dalam memberikan warna dan corak kepada gerak langkah
perjuangannya.
Penulis disini tidak mengkliam bahwa telah
menemukan kepribadian IKAMI yang hilang. Penulis hanya menggali kembali sejarah
bahwa IKAMI ternyata punya kepribadian yang istimewa yang jarang dimiliki
organisasi manapun. Berdasar pada hasil refleksi dan pergolakan pemikiran yang
akhirnya bisa kembali mengenal hakikat IKAMI Sulsel yang sebenarnya.
Malang,
5 Oktober 2016