Pendidikan di Negara Merdeka

Tulisan oleh : Ilham Putra Sanur



2 Mei merupakan hari lahirnya tokoh pelopor pendidikan di Indonesia, yakni Ki Hajar Dewantara. Untuk menghormati jasa beliau, maka pada tanggal 2 Mei setiap tahunnya ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Upacara bendera biasanya menjadi kegiatan yang ramai dilakukan di setiap sekolah-sekolah bahkan birokrasi pemerintahan untuk merayakan hari pendidikan itu sendiri.

Pengertian pendidikan sendiri menurut KBBI yakni “Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”. Pertanyaan yang segera muncul adalah, apakah hari ini definisi pendidikan itu sudah sesuai dengan realitas yang terjadi dikalangan kaum terpelajar?

Dewasa ini kaum intelektual sudah sangat sukar untuk ditemui! Seandainya pun kita menemui kaum intelektual atau cendekiawan, tidak jarang, untuk berbagi ilmu dengan mereka harus disertai salam tempel terlebih dahulu.

Lantas dimana peran mahasiswa di bidang pendidikan sendiri?

Mayoritas Mahasiswa Indonesia hari ini boleh dibilang hanya melanjutkan pendidikan SMA+, yang dimana aktifitas serta kesibukannya tidaklah jauh beda dengan siswa menengah atas. Tujuan duduk dibangku perkuliahan adalah agar bagaimana caranya selepas kuliah bisa mendapatkan uang banyak, tidak peduli seperti apa sistem yang dilalui selama menyandang identitas mahasiswa. Pemikiran seperti ini yang hari ini kaum intelek (katanya) konsumsi. Padahal tanpa kita sadari, setelah mendapat gelar yang selama 4 tahun lamanya kita kejar, pada saat itulah kita akan ikut bergabung dengan sebuah komunitas terbesar di Indonesia yang menamakan dirinya “Pengangguran”. Yang dimana menurut riset Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2016 mencapai angka 7,02 juta orang.

Tanpa panjang lebar, sebenarnya hari ini kita sangat faham dengan sebab dan akibat dari boboroknya dunia pendidikan di negara kita yang merdeka ini. Apalagi dengan sangat mudahnya kita berselancar di internet untuk mendapat informasi. Tetapi nyatanya mahasiswa hari ini sudah merasa nyaman dengan sistem pendidikan seperti ini!!!

Akhir kata, 2 Mei sejatinya masih jauh dari kata pantas untuk dirayakan sebagai pendidikan jika kita melihat dengan realita sistem pendidikan itu sendiri.Masih lebih pantas jika setiap 2 Mei kita memanjatkan doa kepada beliau Ki Hajar Dewantara yang barangkali sedang menangis tersedu menyaksikan pergolakan pendidikan kita hari ini!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar