Sinrili' dan Pa'coddo |
Tulisan dari : Rahmat Al Kafi
Pagelaran seni dan dialog kebudayaan Sulsel (BUDAYATA
2012) yang dilaksanakan IKAMI Sulsel Cabang Malang (28/4) berlangsung meriah,
sedikitnya 300 lebih undangan hadir di Café Budaya, Jetis, Kabupaten Malang.
Para undangan berasal dari anggota IKAMI Sulsel Cabang Malang dan Surabaya,
KKSS Malang, Surabaya dan Yogyakarta, para seniman yang didatangkan dari Solo
dan Jakarta, Mahasiswa umum serta warga Malang secara umum.
Akanjara |
Kegiatan ini bertema “Kami Sulsel, Kami Indonesia, Kami Bangga”, awalnya dirancang menjadi festival budaya Sulsel dengan tujuan untuk mengeratkan silaturahmi antar warga Sulsel (perantau, red) yang berada di Jawa Timur, khususnya di Malang. Namun, karena kurangnya dukungan dari pihak pemerintah daerah, acara tersebut berlangsung sederhana dengan konsep dialog dan pagelaran seni Sulsel.
Pada segmen dialog Kebudayaan, Suryadin La Oddang, Sekretaris KKSS
Yogyakarta, sebagai narasumber pertama menyampaikan ulasan mengenai falsafah
perantau Sulsel. Menurutnya, para perantau asal Sulsel seharusnya berangkat
dengan membawa bekal seadanya dan pulang ke kampung halaman dengan hasil
sebanyak-banyaknya. Pendapat tersebut berdasar pada petuah Bugis, Akkulu peppeko mulao, abbulu rompengko mulesu.
Sejalan dengan pendapat Suryadin La Oddang yang merupakan pemerhati Budaya
Sulsel, Ahmad Husain sebagai panelis memaparkan konsep Pos Budaya sebagai
strategi membangun kampong halaman dari luar, menyampaikan bahwa para perantau
sebaiknya menjadi agen budaya dan pariwisata Sulsel. “Kita perlu memperkenalkan
kebudayaan kita melalui obrolan ringan dengan para tetangga, sekaligus
mempromosikan keragaman potensi wisata Sulsel”, Ungkap Direktur Marannu
Institute ini.
Pada forum yang sama, Mursalim Nohong, koordinator mahasiswa pasca asal
Sulsel di Malang yang hadir sebagai peserta dialog, menyampaikan bahwa kita
(perantau, red) seharusnya tidak membangun istana di kampung orang.
“Penghasilan kita di tanah rantau dibawa pulang untuk membangun istana di
kampung sendiri saja”, usul Mursalin yang mengaku sebagai peserta dialog paling
tua dalam forum tersebut.
Agenda panitia pelaksana selanjutnya adalah pagelaran seni budaya sulsel yang mempertunjukkan beragam kesenian asal Sulsel. Acara tersebut dikonsep baik dengan menggunakan pasinrili’ sebagai pemandu acara. Jamal Gentayangan dan Munawir yang berperan sebagai pasangan pasinrili’ dan pacoddo berhasil memukau para undangan.
Nyanyian Lagu Sulawesi Selatan |
Malam itu, undangan dihibur dengan pertunjukan seperti, mangngaru’,
pembacaan puisi dan sanjak, lagu daerah daerah khas sulsel, dan tari empat
etnis yang semuanya diperankan oleh anggota IKAMI Sulsel Cabang Malang. Seorang
undangan mengaku sangat senang dan merasa seperti sedang di kampung halaman.
“Kayak di Makassarka kurasa!”. Ungkap Sukri Arief, Mahasiswa Pasca Sarjana di
Universitas Brawijaya,
pada akhir acara. Ketua Umum IKAMI Sulsel Cabang Malang, Rahmat Al Kafi
mengatakan bahawa esensi kegiatan ini adalah pelestarian budaya sulsel,
pendidikan kebudayaan untuk manusia sulsel dan merajut Indonesia agar keluar
dari perpecahan. Dan cita – cita ini tidak berhenti sampai di sini harus terus
di lanjutkan.
HARAPAN TERHADAP PEMERINTAHAN SULSEL
Sebelum acara selesai, para pengurus menyampaikan harapannya atas
pengembangan fasilitas bagi para mahasiswa yang menuntut ilmu di Malang.
Melalui Munawir, Ketua panitia kegiatan tersebut, IKAMI Sulsel mengharapkan
adanya perhatian pemerintah provinsi Sulsel terhadap para mahasiswa/pelajar di
Malang yang saat ini mencapai 700 orang, baik pelajar di tingkat SLTA hingga
mahasiswa program doktor.
“Sudah lama kami menunggu perhatian pemprov Sulsel, proposal juga sudah
disampaikan. Namun hingga saat ini belum juga ada respon”, Kata Munawir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar